Jambi – Selain seni budaya tradisional, beberapa jenis ikan hias asli Jambi juga luput dari perhatian pemerintah. Selain terancam punah, sejumlah spesies ikan hias khas Jambi juga sudah diklaim pihak asing. Sebut saja, Ikan Bajubang atau Botia jenis merah dan hijau yang diklaim Singapura sebagai fauna kekayaan alam mereka.
Kemudian, ikan Balasak atau Ridi Angus juga sudah diklaim Thailand.
Padahal, ikan hias jenis ini hanya ditemukan di Sungai Batanghari,
Jambi. Bukan itu saja, sejumlah ikan hias asli Jambi, seperti ikan
Tali-Tali, Arwana Jambi dan Tilan, juga ditengarai sudah diklaim
Singapura sebagai ikan mereka.
Memang, keberadaan ikan-ikan itu di Jambi sudah langka. Apalagi ikan
Ridi Angus, sudah sangat sulit ditemukan. Anehnya, jenis ikan-ikan
tersebut justru gampang ditemui di Singapura dan Thailand.
Ditengarai ada keterlibatan mafia ikan hias yang memonopoli dan menghabisi ikan hias di Jambi.
Indikasi adanya mafia ikan hias ini diungkapkan oleh salah seorang
pegawai Dinas Keluatan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jambi kepada Jambi
Independent. Para mafia inilah, kata dia, yang menyebabkan ikan-ikan
hias itu punah di Jambi.
“Mereka membawa dan membudidayakan ikan Ridi Angus secara besar-besaran
yang kemudian diklaim sebagai ikan milik mereka,” kata pegawai yang
minta namanya dirahasiakan lantaran takut diteror para mafia tersebut.
Terkait hal itu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) ketika
dikonfirmasi hanya bisa kaget. Dia mengaku tak pernah mendapat laporan
tentang adanya mafia ikan hias yang bermain di Jambi. Selama ini dia
hanya mendapatkan laporan yang baik-baik saja mengenai pengelolaan ikan
hias.
“Wah… apa iya,” tanya HBA ketika ditemui usai rapat laporan keterangan
pertanggungjawaban (LKPJ) di gedung DPRD Provinsi, kemarin . Mantan
Bupati Sarolangun itu kaget ketika mendengar kabar bahwa ikan Ridi Angus
sudah diklaim milik Thailanda. Dia sangat menyayangkan jika memang Ridi
Angus sudah diklaim negara asing.
“Padahal di tahun 70-an. Ridi Angus itu mudah sekali ditemukan,”
ujarnya. “Saya akan panggil Dinas Kelautan dan Perikanan untuk membahas
masalah ini,” kata HBA.
Sumber di Dinas Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, para mafia ini
merupakan kolaborasi pribumi dan warga asing. Bahkan, dia tak menampik
adanya keterlibatan “orang dalam” (Dinas Kelautan dan Perikanan) untuk
melangkakan ikan hias jenis Ridi Angus.
“Salah satu modus para mafia ini adalah memborong jenis Ridi Angus
secara besar-besaran. Lalu, keberadaan Ridi Angus di Jambi di habisi,”
katanya.
Modus lainnya, yakni lewat permainan harga. Lewat sistem arisan, mereka
memonopoli penjualan ikan Ridi Angus sehingga warga Jambi tak punya
ruang dan tempat untuk menjual ikan ke pasar. Akibatnya, harga Ridi
Angus jatuh di pasaran. “Nah, ketika harga jatuh, di sinilah celah
mereka menguasai. Lantaran monopoli ini, warga terpaksa hanya bisa
menjual ke mereka. Itu pun dengan harga yang sangat murah,” jelasnya.
Itulah sebabnya jenis Ridi Angus ini punah. Apalagi tidak ada payung
hukum dan keseriusan pemerintah dalam mengelola Ridi Angus. “Padahal,
dulu ikan ini gampang sekali kita temui. Kalau sekarang, sudah hampir
punah. Ciri khas ikan ini memang hidup berkelompok. Jadi sangat gampang
ditangkap,” katanya.
“Karena gampang ditangkap, maka ikan ini sangat mudah dihabisi. Kan
aneh, ikan ini langka di Jambi, tapi mudah ditemui di negeri orang.
Padahal ini ikan asli Jambi,” imbuhnya.
Pria yang sehari-harinya mengurusi ikan ini mengatakan, permainan mafia
ikan hias tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan memonopoli pasar,
kata dia, warga pribumi tak mampu menjual ikan-ikan hias tersebut sampai
ke luar negeri. Dengan sangat rapi, para mafia ini mensetting proses
penjualan ikan-ikan hias lewat akses satu pintu.
“Wajar, ekspor ikan hias dari Jambi tak bisa menembus pasar Eropa secara
langsung. Ekspor ikan hias hanya bisa dilakukan ke Singapura. Artinya,
kalau ingin ekspor langsung ke Eropa tentu tidak bisa,” jelasnya.
“Itu pun kita jual dengan harga sangat murah. Sedangkan Singapura
mengekspor kembali ikan hias asal Jambi ini ke Eropa dengan harga yang
lebih mahal. Hasilnya, Singapura mendapatkan nilai tambah ekspor yang
lebih baik,” katanya.
“Khusus untuk ikan jenis Ridi Angus, kebanyakan dimainkan oleh Thailand.
Makanya, saat ini mereka mengklaim ikan itu milik mereka,” imbuhnya.
Sumber ini mengungkapkan, saat ini praktik illegal mafia ikan hias marak
terjadi di Jambi dan hanya menguntungkan segelintir orang, tapi
merugikan Jambi. Ini disebabkan adanya klaim kepemilikan, dan
penyalahgunaan proses untuk mendapatkannya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Batanghari (Unbari) Pantun Bukit, tak
menyangkal adanya keterlibatan mafia ikan hias yang bermain di Jambi.
Para mafia itu, kata dia, bisa masuk dan bermain di Jambi karena Pemda
tak pernah serius memperhatikan masalah ikan hias.
Menurut dia, pemda tak pernah memprotek ikan-ikan apa saja yang tidak
boleh keluar Jambi. Sehingga, lewat peran mafia ini ikan-ikan hias milik
Jambi dengan mudahnya diboyong ke luar, lalu diklaim.
“Pemerintah hanya tutup mata. Sementara para mafia ini bebas bermain,” tegasnya.
Seharusnya, lanjut Pantun, ikan hias dikembangkan dengan mengikut
sertakan warga. Sehingga dapat menemukan spesies baru lagi. Namun
sayang, ketidakseriusan pemda menjaga dan melestarikan ikan hias ini
menyebabkan Jambi kehilangan nilai secara ekonomi.
“Dan kita kehilangan asal muasal ikan ciri khas kita,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi Erman Rahim ketika
dikonfirmasi mengaku belum tahu mengenai adanya praktek mafia ikan hias
ini. Ia pun enggan berkomentar terkait adanya orang dalam yang terlibat
dalam mafia ikan hias ini. “Saya tidak tahu soal itu. Memang ada ya di
Jambi,” ujarnya. [jambi.i]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar