Rabu, 24 Oktober 2012

Ikan Botia Jambi di Klaim Oleh Thailand


Jambi – Selain seni budaya tradisional, beberapa jenis ikan hias asli Jambi juga luput dari perhatian pemerintah. Selain terancam punah, sejumlah spesies ikan hias khas Jambi juga sudah diklaim pihak asing. Sebut saja, Ikan Bajubang atau Botia jenis merah dan hijau yang diklaim Singapura sebagai fauna kekayaan alam mereka.

Kemudian, ikan Balasak atau Ridi Angus juga sudah diklaim Thailand. Padahal, ikan hias jenis ini hanya ditemukan di Sungai Batanghari, Jambi. Bukan itu saja, sejumlah ikan hias asli Jambi, seperti ikan Tali-Tali, Arwana Jambi dan Tilan, juga ditengarai sudah diklaim Singapura sebagai ikan mereka.

Memang, keberadaan ikan-ikan itu di Jambi sudah langka. Apalagi ikan Ridi Angus, sudah sangat sulit ditemukan. Anehnya, jenis ikan-ikan tersebut justru gampang ditemui di Singapura dan Thailand.

Ditengarai ada keterlibatan mafia ikan hias yang memonopoli dan menghabisi ikan hias di Jambi.

Indikasi adanya mafia ikan hias ini diungkapkan oleh salah seorang pegawai Dinas Keluatan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jambi kepada Jambi Independent. Para mafia inilah, kata dia, yang menyebabkan ikan-ikan hias itu punah di Jambi.

“Mereka membawa dan membudidayakan ikan Ridi Angus secara besar-besaran yang kemudian diklaim sebagai ikan milik mereka,” kata pegawai yang minta namanya dirahasiakan lantaran takut diteror para mafia tersebut.

Terkait hal itu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) ketika dikonfirmasi hanya bisa kaget. Dia mengaku tak pernah mendapat laporan tentang adanya mafia ikan hias yang bermain di Jambi. Selama ini dia hanya mendapatkan laporan yang baik-baik saja mengenai pengelolaan ikan hias.

“Wah… apa iya,” tanya HBA ketika ditemui usai rapat laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) di gedung DPRD Provinsi, kemarin . Mantan Bupati Sarolangun itu kaget ketika mendengar kabar bahwa ikan Ridi Angus sudah diklaim milik Thailanda. Dia sangat menyayangkan jika memang Ridi Angus sudah diklaim negara asing.

“Padahal di tahun 70-an. Ridi Angus itu mudah sekali ditemukan,” ujarnya. “Saya akan panggil Dinas Kelautan dan Perikanan untuk membahas masalah ini,” kata HBA.

Sumber di Dinas Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, para mafia ini merupakan kolaborasi pribumi dan warga asing. Bahkan, dia tak menampik adanya keterlibatan “orang dalam” (Dinas Kelautan dan Perikanan) untuk melangkakan ikan hias jenis Ridi Angus.

“Salah satu modus para mafia ini adalah memborong jenis Ridi Angus secara besar-besaran. Lalu, keberadaan Ridi Angus di Jambi di habisi,” katanya.

Modus lainnya, yakni lewat permainan harga. Lewat sistem arisan, mereka memonopoli penjualan ikan Ridi Angus sehingga warga Jambi tak punya ruang dan tempat untuk menjual ikan ke pasar. Akibatnya, harga Ridi Angus jatuh di pasaran. “Nah, ketika harga jatuh, di sinilah celah mereka menguasai. Lantaran monopoli ini, warga terpaksa hanya bisa menjual ke mereka. Itu pun dengan harga yang sangat murah,” jelasnya.

Itulah sebabnya jenis Ridi Angus ini punah. Apalagi tidak ada payung hukum dan keseriusan pemerintah dalam mengelola Ridi Angus. “Padahal, dulu ikan ini gampang sekali kita temui. Kalau sekarang, sudah hampir punah. Ciri khas ikan ini memang hidup berkelompok. Jadi sangat gampang ditangkap,” katanya.

“Karena gampang ditangkap, maka ikan ini sangat mudah dihabisi. Kan aneh, ikan ini langka di Jambi, tapi mudah ditemui di negeri orang. Padahal ini ikan asli Jambi,” imbuhnya.

Pria yang sehari-harinya mengurusi ikan ini mengatakan, permainan mafia ikan hias tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan memonopoli pasar, kata dia, warga pribumi tak mampu menjual ikan-ikan hias tersebut sampai ke luar negeri. Dengan sangat rapi, para mafia ini mensetting proses penjualan ikan-ikan hias lewat akses satu pintu.

“Wajar, ekspor ikan hias dari Jambi tak bisa menembus pasar Eropa secara langsung. Ekspor ikan hias hanya bisa dilakukan ke Singapura. Artinya, kalau ingin ekspor langsung ke Eropa tentu tidak bisa,” jelasnya.

“Itu pun kita jual dengan harga sangat murah. Sedangkan Singapura mengekspor kembali ikan hias asal Jambi ini ke Eropa dengan harga yang lebih mahal. Hasilnya, Singapura mendapatkan nilai tambah ekspor yang lebih baik,” katanya.

“Khusus untuk ikan jenis Ridi Angus, kebanyakan dimainkan oleh Thailand. Makanya, saat ini mereka mengklaim ikan itu milik mereka,” imbuhnya.

Sumber ini mengungkapkan, saat ini praktik illegal mafia ikan hias marak terjadi di Jambi dan hanya menguntungkan segelintir orang, tapi merugikan Jambi. Ini disebabkan adanya klaim kepemilikan, dan penyalahgunaan proses untuk mendapatkannya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Batanghari (Unbari) Pantun Bukit, tak menyangkal adanya keterlibatan mafia ikan hias yang bermain di Jambi. Para mafia itu, kata dia, bisa masuk dan bermain di Jambi karena Pemda tak pernah serius memperhatikan masalah ikan hias.

Menurut dia, pemda tak pernah memprotek ikan-ikan apa saja yang tidak boleh keluar Jambi. Sehingga, lewat peran mafia ini ikan-ikan hias milik Jambi dengan mudahnya diboyong ke luar, lalu diklaim.

“Pemerintah hanya tutup mata. Sementara para mafia ini bebas bermain,” tegasnya.

Seharusnya, lanjut Pantun, ikan hias dikembangkan dengan mengikut sertakan warga. Sehingga dapat menemukan spesies baru lagi. Namun sayang, ketidakseriusan pemda menjaga dan melestarikan ikan hias ini menyebabkan Jambi kehilangan nilai secara ekonomi.

“Dan kita kehilangan asal muasal ikan ciri khas kita,” katanya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi Erman Rahim ketika dikonfirmasi mengaku belum tahu mengenai adanya praktek mafia ikan hias ini. Ia pun enggan berkomentar terkait adanya orang dalam yang terlibat dalam mafia ikan hias ini. “Saya tidak tahu soal itu. Memang ada ya di Jambi,” ujarnya. [jambi.i]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar